Kamis, 21 Januari 2016

Mafsadat memelihara anjing

Memelihara anjing sebagai hewan peliharaan umumnya diharamkan oleh para ulama kecuali madzhab Maliki yang menganggapnya makruh. Hal ini didasarkan atas hadits nabi Muhammad SAW "Barang siapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak dan anjing untuk berburu, maka amalnya berkurang setiap hari sebanyak 1 qirath (HR Muslim No. 2941)

Selain hadits tersebut, dalil lain yang dijadikan dasar pengharaman memelihara anjing adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada patung, lukisan makhluk bernyawa atau anjing (HR Bukhari, Abu Dawud)

Para Ulama mengatakan meskipun tidak ada kalimat larangan, setiap muslim harus menolak mafsadat (akibat buruk) tersebut. Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa menolak mafsadat harus didahulukan daripada mendapat manfaat. Bukankah hilangnya pahala dan lepasnya rahmat merupakan suatu mafsadat yang harus dihindari oleh ssetiap muslim.

Mafsadat lain adalah alasan kesehatan. Banyak riset menyebutkan bahwa anjing merupakan pembawa penyakit dan parasit yang paling efektif lantaran begitu dekat dengan tuannya. Laporan David Derbyshire untuk Daily Mail (26 April 2016) "How your beloved dog could give you a killer disease: superbugs, parasites, TB" menyebutkan bahwa anjing peliharaan potensial membawa dan menularkan penyakit mematikan mulai dari bakteri salmonella, parasit, jamur, cacing pita, cacing gelang, serangga dan bakteri yang resisten terhadap antibiotik (superbugs).

Seperti diketahui anjing biasa menggunakan lidah untuk membersihkan seluruh tubuhnya termasuk anus. Anjing juga senang menyorongkan hidung dan mulutnya pada apa saja termasuk bangkai dan kotorannya sendiri. Anjing juga tidak mempunyai insting untuk mengubur kotorannya, hal mana yang dimiliki oleh kucing. Hal-hal itu tentu potensial medatangkan mafsadat bagi pemeliharanya.

Wallahu A'lam.

Sumber: Musmagz Jan. 2016.

Senin, 11 Januari 2016

10 ALASAN KENAPA LEBIH BAIK MENIKAH DI USIA MUDA

Sebenarnya tidak ada patokan usia berapa boleh menikah, yang penting kedua mempelai sudah baligh.
Nabi Muhammad SAW menikah pada usia 25 tahun, dan ini banyak dijadikan referensi usia ideal pernikahan. Meskipun demikian, tidak ada salahnya menikah pada usia lebih muda, apalagi saat ini godaan syahwat begitu luar biasa.

1. Lebih terjaga dari dosa

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[1], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400). Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Itulah keutamaan menikah. Semoga membuat mereka-mereka tadi semakin terdorong untuk menikah. Berbeda halnya jika memang mereka ingin seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang belum menikah sampai beliau meninggal dunia. Beliau adalah orang yang ingin memberi banyak manfaat untuk umat dan itu terbukti. Itulah yang membuatnya mengurungkan niat untuk menikah demi maksud tersebut. Sedangkan mereka-mereka tadi di atas, bukan malah menambah manfaat, bahkan diri mereka sendiri binasa karena godaan wanita yang semakin mencekam di masa ini.

2. Bekal mati
Lho? Iya, karena setelah kita meninggal hanya ada 3 hal yang pahalanya terus mengalir sehingga bisa menolong kita.
3 hal itu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang senantiasa mendoakan.
Anak sholeh hanya bisa didapat dengan pernikahan. Bagaimana jika kita meninggal sebelum sempat menikah?

3. Menjalankan perintah Allah SWT

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya...” [An-Nuur/24: 32].


4. Lebih puas untuk urusan intim

Pasangan yang menikah di usia 20-an cenderung melakukan hubungan intim lebih sering daripada mereka yang menikah lebih lambat. Hasil studi Dana Rotz dari Harvard University pada 2011 menunjukkan, menunda usia menikah empat tahun terkait dengan penurunan satu kali hubungan intim dalam sebulan.

Sedangkan dalam tingkat kepuasan, menikah di usia muda – diantaranya dengan dukungan fisik yang masih prima- membuat suami istri lebih menikmati keadaan intim.

5. Belajar kedewasaan

Belajar menjadi lebih dewasa dengan orang yang kita cintai adalah fase hidup yang menyenangkan. Bisa menjadi lebih bertanggung jawab. Daripada sebelumnya saat belum menikah, seseorang akan bisa lebih bertanggung jawab karena tuntutan atau keadaan yang memaksa harus seperti itu.

6. Emosi lebih terkontrol

Menikah di usia muda terbukti lebih cepat mendewasakan pasangan tersebut. Dalam arti, menikah dan berumah tangga membuat seseorang lebih terkontrol emosinya. Ini dipengaruhi oleh ketenangan yang hadir sejalan dengan adanya pendamping dan tersalurkannya “kebutuhan batin.”


7 Bersama-sama mengejar mimpi

Masa muda adalah masa mengejar impian. Di sinilah letak serunya menikah muda, Anda dan pasangan masih memiliki semangat yang tinggi dalam mengejar cita-cita. Tak sebatas itu saja, dukungan yang diberikan pun lebih konkrit dan nyata.

8. Lebih mudah meraih kesuksesan

Sebagian orang menunda menikah dengan alasan mencapai jenjang karir tertentu atau hidup mapan terlebih dahulu. Padahal, saat seseorang telah menikah, ia menjadi lebih tenang, merasakan sakinah.
Dengan ketenangan dan stabilnya emosi ini, ia bisa lebih fokus dalam meniti karir dan beraktifitas apa pun. Karenanya tidak mengherankan jika banyak orang-orang yang sukses di usia 40-an adalah mereka yang menikah di usia 20-an.

9. Faktor reproduksi

Hamil pada usia lebih dari 35 tahun termasuk kategori resiko tinggi.
Ini adalah keuntungan menikah muda.

10. Membantu anak merasakan perjuangan hidup

Menikah di usia muda dan memiliki buah hati di usia muda, saat Anda belum mapan secara ekonomi berarti kamu dapat mendidik anak-anak secara langsung merasakan pahit getirnya kehidupan. Artinya mereka telah mencicipi perjuangan Anda. Dan jangan sampai anak-anak hanya tahu fasilitas dan hidup enak tanpa merasakan hidup adalah perjuangan.

Jadi tunggu apalagi, yuk yang sudah sanggup jangan kelamaan ngejomblo nya..